Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah

Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah
... Ringkasan Buku ...

Judul : Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah
Penulis : Yazid bin Abdul Qadir Jawas
... .. .
Penerbit : Pustaka At Taqwa
Cetakan : Cet. IV, Juni 2008
Halaman : xii+303
Buku yang ditulis oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas ini memang
layak menjadi bingkisan yang istimewa bagi siapa saja yang ingin
menuju keluarga sakinah. Isinya berupa panduan panduan tentang
pernikahan yang islami. Disertai pula dengan hak hak dan kewajiban
yang perlu diperhatikan oleh pasangan suami istri. Juga tentang arahan
apa yang harus dilakukan bila sang buah hati lahir. Pada bagian akhir
disertakan tentang berbakti kepada kedua orang tua, suatu fundamen
yang penting dalam rumah tangga suami istri.
Pada ringkasan ini saya kutipkan sebagian isi dari buku tersebut
dari bab Tata Cara Pernikahan Dalam Islam. Hanya sebagian saja.
Kemudian footnote pun tidak saya sertakan seluruhnya. Semoga
menjadi perhatian bagi para ikhwan dan akhwat yang akan menikah,
juga para wali dan orang tua yang anaknya akan menikah. Semoga
pernikahannya sesuai dengan aturan Islam dan mendatangkan
keberkahan dari Allah Jalla wa 'Ala.
[AQAD NIKAH]
-------------
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus
dipenuhi, yaitu adanya: 1. Rasa suka sama suka dari kedua calon
mempelai
2. Izin dari wali
3. Saksi saksi (minimal dua saksi yang adil)
4. Mahar
5. Ijab Qabul
[WALI]
-------------
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita.
Dan orang yang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka
adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga
anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian
saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Bathtal rahimahullah berkata, "Mereka (para ulama) ikhtilaf
... .. .
tentang wali. Jumhur ulama -diantaranya adalah Imam Malik, ats
Tsauri, al Laits, Imam asy Syafi'i, dan selainnya- berkata, "Wali dalam
pernikahan adalah 'ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari
saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara saudara dari pihak ibu tidak
memiliki hak wali."
Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya
bagi wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan
menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada
wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing
urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita
menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah
pernikahannya.
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya
bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika
seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar
dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka
sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai
wali." (Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2083). Hadits ini dishahihkan
Syaikh al Albani dalam kitabnya Irwaa-ul Ghaliil (no. 1840)).
Persyaratan adanya wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya,
apabila seseorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya
tidak sah.
Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits hadits di
yang shahih dan juga berdasarkan dalil dari al Qur'anul Karim.
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Dan apabila kamu menceraikan istri istri (kamu), lalu sampai masa
'iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi)
dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara
mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasehatkan kepada orang
orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu
lebih suci bagimu dan lebih
bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."
al Baqarah: 232).
Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab sebab turunnya ayat), yaitu
satu riwayat berikut ini. Tentang firman Allah: "MAKA JANGANLAH
... .. .
KAMU (PARA WALI) MENGHALANGI MEREKA," al Hasan al Bashri
rahimahullah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma'qil bin Yasar,
sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,
"Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang
laki, kemudian laki laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa
'iddahnya telah berlalu, laki laki itu (mantan suami) datang untuk
meminangnya kembali. Aku katakan kepadanya, 'Aku telah menikahkan
dan mengawinkanmu (dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu
engkau menceraikannya. Sekarang engkau datang untuk
meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak boleh kembali kepadamu
selamanya! Sedangkan ia adalah laki laki yang baik, dan wanita itu pun
menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat
ini: 'MAKA JANGANLAH KAMU (PARA WALI) MENGHALANGI
MEREKA,' Maka aku berkata, 'Sekarang aku akan melakukannya
(mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.'"
Kemudian Ma'qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki laki
itu. (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al Bukhari (5130).
Hadits Ma'qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih dan sharih (jelas).
Hadits ini merupakan sekuat kuatnya hujjah dan dalil tentang
disyaratkannya wali dalam akad nikah. Artinya TIDAK SAH NIKAH
TANPA WALI, BAIK GADIS MAUPUN JANDA. Dalam hadits ini, Ma'qil
bin Yasar yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi
pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju' dengan
mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama sama ridha. Lalu Allah
Ta'ala menurunkan ayat yang mulia ini (al Baqarah ayat 232) agar para
wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat,
bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak.
Kesimpulannya, WALI SEBAGAI SYARAT SAHNYA NIKAH.
[KEHARUSAN MEMINTA PERSETUJUAN WANITA SEBELUM
PERNIKAHAN]
--------------------------------------------------------
Apabila pernikahan tidak sah kecuali dengan adanya wali, maka
merupakan kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang
berada di bawah perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda,
maka diminta persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan jika wanita
tersebut seorang gadis, maka diminta juga ijinnya dan diamnya
merupakan tanda ia setuju.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Nabi shallallahu'alaihi
... .. .

sallam bersabda,
"Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta
perintahnya. Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali
setelah diminta ijinnya," Para shahabat berkata, "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah ijinnya?"
Beliau menjawab, "Jika ia diam saja."
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma bahwasannya ada seorang gadis
yang mendatangi Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dan mengadu
bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam menyerahkan pilihan kepadanya
(apakah ia ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia ingin
membatalkannya). (Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2096)).
[PERSONAL VIEW]
---------------
Tidak sah nikah tanpa wali baik gadis maupun janda. Wali merupakan
syarat sahnya nikah.
Pada sisi yang lain seorang wali pun tidak boleh sewenang wenang.
Seorang wali wajib meminta persetujuan wanita yang berada di bawah
perwaliannya. Berkata Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
hafizhahullah dalam salah satu tulisannya,
"Demikian juga hendaknya menjadi pelajaran kepada setiap bapak agar
lebih bijak dalam menikahkan anak-anak perempuannya. Karena
masalah hati tidak bisa dipaksakan, walaupun badan dipaksa dan
terpaksa mengikutinya. Karena sebagaimana laki laki, maka wanita pun
dalam masalah ini mempunyai hak yang sama dalam menentukan
pilihannya. ... Apatah lagi dia hanya seorang wanita, dimana Nabi yang
mulia telah memerintahkan kepada kita untuk berpesan dan berwasiat
baik baik kepada mereka." (Abdul Hakim bin Amir Abdat, Al Masaa
Jilid 7, Darus Sunnah, Masalah 204, Cet. I, Oktober 2006, hal. 185
Demikian semoga bermanfaat.

seorang hamba yang selalu mengharap ampunan Rabb-nya Abu Isa Hasan Cilandak
Semoga Allah menolongnya, menolong para pembela Islam dan menolong kaum
muslimin

0 comments:

Post a Comment